Kamis, 29 November 2012

laporan pengukuran dasar



                 I.    PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam fisika, pengukuran merupakan salah satu syarat yang tidak bleh ditinggalkan. Aktivitas mengukur menjadi sesuatu yang sangat penting untuk selalu dilakukan dalam mempelajari berbagain fenomena yang sedang dipelajari. Mengapa demikian ?
Sebelumnya ada baiknya jika kit mengingat definisi pengukuran atau mengukur itu sendiri. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran dengan besaran lain. Mengukur dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu permasalahan secara kuantitatif, dan jika dikaitkan dengan proses penelitian atau sekedar pembuktian suatu hipotesis maka pengukuran menjadi jalan untuk mencari data-data yang mendukungnya.
Dengan pengukuran ini kemudian akan diperoleh data-data numeric yang menunjukan pola-pola tertentu sebagai bentuk krakteristik dari fenomena atau permasalahan tersebut. Dengan demikian, maka dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang bersifat kualitatif berdasarkan pola-pola yang dihasilkan oleh data-data kuantitatif tersebut.
Dengan salah satu argumentasi di atas, sudah dapat kita ketahui betapa penting dan dibutuhkannya aktivitas pengukuran dalam fisika.

B.  Tujuan Praktikum
Dengan dilakukannya praktikum ini diharapkan bahwa mahasiswa dapat dengan mudah mempergunakan beberapa alat untuk mengukur. Dengan tidak hanya mengetahui namanya saja namun juga mempergunakan dan merepresentasikan data-data yang terukur dalam sebuah format laporan yang sesuai.
Sebagai satu hahil keluaran yang dapat dipresentasikan dengan baik merupakan tujuan berikutnya dimana mahasiswa dapat menentukan volume dan jenis beberapa zat padat. Hingga akhirnya presentasi format percobaan yang dilakukan dapat dipastikan sesuai atau bahkan jauh melenceng dari teori yang ada.


II.     TINJAUAN PUSTAKA

Besaran dan Satuan
Besaran dalam fisika diartikan sebagai sesuatu yang dapat diukur, serta memiliki nilai besaran (besar) dan satuan. Sedangkan satuan adalah sesuatu yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam pengukuran. Satuan Internasional (SI) merupakan satuan hasil konferensi para ilmuwan di Paris, yang membahas tentang berat dan ukuran. Berdasarkan satuannya besaran dibedakan menjadi dua, yaitu besaran pokok dan besaran turunan. (Setya, 2009)

1.     Besaran Pokok
Besaran Pokok adalah besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu dan tidak diturunkan dari besaran lain. Ada tujuh besaran pokok dalam sistem Satuan Internasional yaitu Panjang, Massa, Waktu, Suhu, Kuat Arus, Jumlah molekul, Intensitas Cahaya.
Panjang adalah dimensi suatu benda yang menyatakan jarak antar ujung. Panjang dapat dibagi menjadi tinggi, yaitu jarak vertikal, serta lebar, yaitu jarak dari satu sisi ke sisi yang lain, diukur pada sudut tegak lurus terhadap panjang benda. Dalam ilmu fisika dan teknik, kata “panjang” biasanya digunakan secara sinonim dengan “jarak”, dengan simbol “l” atau “L” (singkatan dari bahasa Inggris length).
Massa adalah sifat fisika dari suatu benda, yang secara umum dapat digunakan untuk mengukur banyaknya materi yang terdapat dalam suatu benda. Massa merupakan konsep utama dalam mekanika klasik dan subyek lain yang berhubungan.
Waktu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung. Dalam hal ini, skala waktu merupakan interval antara dua buah keadaan/kejadian, atau bisa merupakan lama berlangsungnya suatu kejadian. Tiap masyarakat memilki pandangan yang relatif berbeda tentang waktu yang mereka jalani. Sebagai contoh: masyarakat Barat melihat waktu sebagai sebuah garis lurus (linier). Konsep garis lurus tentang waktu diikuti dengan terbentuknya konsep tentang urutan kejadian. Dengan kata lain sejarah manusia dilihat sebagai sebuah proses perjalanan dalam sebuah garis waktu sejak zaman dulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang. Berbeda dengan masyarakat Barat, masysrakat Hindu melihat waktu sebagai sebuah siklus yang terus berulang tanpa akhir.
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir tiap satuan waktu. Muatan listrik bisa mengalir melalui kabel atau penghantar listrik lainnya. Pada zaman dulu, Arus konvensional didefinisikan sebagai aliran muatan positif, sekalipun kita sekarang tahu bahwa arus listrik itu dihasilkan dari aliran elektron yang bermuatan negatif ke arah yang sebaliknya. (Setya, 2009)

2.    Besaran Turunan
Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari besaran pokok atau besaran yang didapat dari penggabungan besaran-besaran pokok. Contoh besaran turunan adalah Berat, Luas, Volume, Kecepatan, Percepatan, Massa Jenis, Berat jenis, Gaya, Usaha, Daya, Tekanan, Energi Kinetik, Energi Potensial, Momentum, Impuls, Momen inersia, dll. Dalam fisika, selain tujuh besaran pokok yang disebutkan di atas, lainnya merupakan besaran turunan. Besaran Turunan selengkapnya akan dipelajari pada masing-masing pokok bahasan dalam pelajaran fisika.
Untuk lebih memperjelas pengertian besaran turunan, perhatikan beberapa besaran turunan yang satuannya diturunkan dari satuan besaran pokok berikut ini.
Luas = panjang x lebar
         = besaran panjang x besaran panjang
    = m x m
    = m2
Volume = panjang x lebar x tinggi
         = besaran panjang x besaran panjang x besaran Panjang
         =  m x m x m
         = m3
Kecepatan = jarak / waktu
              = besaran panjang / besaran waktu
              = m / s
Untuk mencapai suatu tujuan tertentu di dalam fisika, kita biasanya melakukan pengamatan yang disertai dengan pengukuran. Pengamatan suatu gejala secara umum tidak lengkap apabila tidak disertai data kuantitatif yang didapat dari hasil pengukuran. Lord Kelvin, seorang ahli fisika berkata, bila kita dapat mengukur yang sedang kita bicarakan dan menyatakannya dengan angka-angka, berarti kita mengetahui apa yang sedang kita bicarakan itu.

3.    Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai seperseratus millimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian bergerak. Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan display digital. Pada versi analog, umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05 mm untuk jangka sorong dibawah 30 cm dan 0.01 untuk yang di atas 30 cm.

Kegunaan jangka sorong ini adalah:
1.             Untuk mengukur suatu benda dari sisi luar dengan cara diapit
2.             Untuntu mengukur sisi dalam suatu benda yang biasanya berupa lubang (pada pipa, maupun lainnya) dengan cara diukur.
3.             Untuk mengukur kedalaman celah/lubang pada suatu benda dengan cara “menancapkan/menusukkan” bagian pengukur tidak terlihat pada gambar karena berada pada sisi pemegang. (Setya, 2009)



III.  PROSEDUR PERCOBAAN

A.  Waktu dan Tempat
Praktikum Pengukuran Dasar dilakukan pada hari senin, tanggal 6 Desember 2011, berlangsung dari pukul 10.00 s/d 12.00 WIB di Laboratorium Fisika Dasar Fakutas Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

B.  Alat dan Bahan
a.       Mistar besi                                      g. Gelas ukur
b.      Jangka sorong                                 h. Wadah silinder
c.       Neraca digital                                 i. Termometer
d.      Stop watch                                     j. Pipa
e.       Balok                                              j. Air
f.       Gelas ukur                                      k. Kaleng                    

C.  Cara Kerja
a.    Pengukuran dengan jangka sorong
1.      Diambil sebuah pipa, kemudian ukurlah diameter pipa bagian dalam dan luar pipa tersebut, lakukan pengulangan sebanyak 3 kali.
2.      Diukur dengan menggunakan mistar besi dan lakukan pengulangan sebanyak 3 kali
3.      Dibandingkan hasil pengukuran dengan menggunakan mistar dan jangka sorong berdasarkan kesalahan mutlaknya.

b.   Pengukuran dengan menggunakan timbangan
1.    Ditentukan nst timbangan, kemudian
2.    Diambilah sebuah balok, lalu diletakkan pada landasan beban timbangan.
3.    Diukurkanlah berapa massa balok tersebut, pengulangan dilakukan selama 3 kali.

c.    Pengukuran dengan stop watch
1.   tentukan nst stop watch
2.   Disetlah stop watch pada posisi nol, kemudian set posisi jarum pada jam tangan.
3.   Disaat jarum mulai bergerak dari posisi yang telah diset, stopwatch dihidupkan. Kemudian bandinglah nilai terbaca pada stopwatch dengan lamanya waktu yang telah diset pada jam tangan selama 1 menit. Lakukan pengulangan sebanyak 5 kali.

d.   Pengukuran dengan gelas ukur
1.    Dikurkanlah dimensi kaleng, kemudian masukkan air didalam kaleng tersebut, hitung volume air dalam kaleng dengan menggunakan rumus volume silinder. Kemudian air yang sama dimasukkan dengan gelas ukur.
2.    Dibandingkanlah volume air yang ada di kaleng dan gelas ukur. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali.


              IV.  HASIL DAN PENGAMATAN

A.  Data Hasil Pengamatan
1.    Pengukuran menggunakn jngka sorong (nst = 0,05 mm)
Table 1. pengukuran diameter luar pipa.
 No


 Ulangan
 Data
 (mm)

 (x - x)
    (x – x)2
1

      X1
   68
   2,7
      7,29
2

      X2
   66
   0,7
      0,29
3

      X3
   62
  -3,3
      10,89
n

=

3

     
      ∑x

  196

  ∑(x – x)2=



18,67

        x 
  65,3

Table 2. pengukuran diameter dalam pipa
  No

     Ulangan
    Data (mm)
     (x – x)   
         (x – x)2     
   1

         X1
          62
        2,7
          7,29
   2

         X2
          56
       -3,3
         10,89
   3

         X3
          60
        0,7
          0,49

n = 3


        ∑x 

         178

      ∑(x – x)2=


    18,67
          x

         59,3



2.    Pengukuran menggunakan mistar besi (nst = 1 mm)
Table 3. pengukuran diameter luar pipa
  No
     Ulangan

   Data (mm)
    (x – x)
        (x – x)2
   1

         X1
5,5
-0,03
0,0009
   2

         X2
5,5
-0,03
0,0009
   3

         X3
5,6
0,07
0,0049

n = 3

         ∑x

16,6

     ∑(x – x)2=



0,0067
          x

5,53

Tabel.4. pengukuran diameter dalam pipa
  No

    Ulangan
  Data (mm)
    (x – x)
        (x – x)2
   1

       X1
        4,7
    -0,06
       0,0036
   2

       X2
        4,9
     0,14
       0,0196
   3

       X3
        4,7
    -0,06
        0,0036


n = 3

       ∑x
       14,3

     ∑(x – x)2=


   0,0268

         x

       4,76



3.    Pengukuran menggunakan timbangan digital kitchen scale (nst = ~ gram)
Table 4. pengukuran massa balok kayu
  No

    Ulangan
   Data (gram)
  ket
  1
        X1

         90
   -
  2
        X2

         90
    -
  3
        X3

         90
    -

n = 3
        ∑x

        270
    -
          x

         90
    -

4.    Pengukuran menggunakan stopwatch (nst= ~ milidetik)
Tabel 6. Pengukuran waktu menggunakan stopwatch
No

  Waktu

  Ulangan
 Data (Detik)

Ket
  stopwatch
   Jam

1



    1 Menit
       X1
         59
    60
    -
2

       X2
         60
    60
    -
3

       X3
         60
    60
    -






5.    Pengukuran menggunakan gelas ukur (nst = 5 ml)
Tabel 7. Pengukuran volume wadah silinder
No

    Ulangan
    Data (ml)
               Ket
1

        X1
         265

2

        X2
         265
3

        X3
         260
n = 3

         790

         x

       263,3


B.  Analisis Data
1.    Pengukuran menggunakan jangka sorong (nst =0,02 mm)
Pengukuran diameter luar pipa:
Ulangan 1:
Kesalahan mutlak (Δx) =   =   =  =1,10 mm
Kesalahan relatif  X1 =  Δx/X1
                                   =  
                                   =  0,016
Kesalahan persen X1       =(Δx/X1) x 100% = (0,0161) x 100% = 1,61%
Kesalahan ketelitian X1   = (1 -  Δx/X1) x 100%
                                         = (1 – 0,0161) x 100%
                                         = 0,9839 x 100 %
                                         = 98,39 %
Ulangan 2:
Kesalahan mutlak     :       (Δx) =                                 hasilnya  = 0,285
Kesalahan relatif         :         𝑥2 = Δx/𝑥2                                         hasilnya  = 0,004%
Kesalahan persen      :          𝑥2  = (Δx/𝑥2 ) x 100%                        hasilnya  = 99,6%
Kesalahan ketelitian :            𝑥2 = (1 - Δx/𝑥2 ) x 100%                    hasilnya  = 0,4%

Ulangan 3 :
Kesalahan mutlak :          (Δx) =                                     hasilnya    = 1,34
Kesalahan relatif   :            𝑥3  =  Δx/𝑥3                                             hasilnya    = 0,02
Kesalahan persen   :           𝑥=  (𝑥3) x 100%                                 hasilnya     = 2 %
Kesalahan ketelitian :        𝑥= (1 - Δx/𝑥3) x 100%                       hasilnya     = 98%
                  Hasil pengukuran xx + Δx = 68 mm + 1,10 mm = 69,1 mm

      Pengukuran dalam diameter pipa :
Kesalahan mutlak       (Δx) =  =  =  =  =  = 1,10 mm
Lesalahan relatif             𝑥1  =  = 0,017
Kesalahan persen           𝑥1 =  x 100 % = 0,017 x 100% = 1,7
Kesalahan ketelitian       𝑥1 = 1-  x 100% = 1 - 0,017 x 100% = 0,983 x 100% = 98,3%
Ulangan 2 :
Kesalahan mutlak (Δx) =                             hasilnya = 1,34 mm
Kesalahan relatif      𝑥2 = Δx/ 𝑥2                                            hasilnya = 0,023 mm
Kesalahan persen     𝑥2 = (Δx/ 𝑥2) x 100%                  hasilnya = 2,3%
Kesalahan ketelitian 𝑥2 = (1 - Δx/ 𝑥2) x 100%            hasilnya = 97,7%

Ulangan 3 :
Kesalahan mutlak  (Δx) =                            hasilnya = 0,81mm
Kesalahan relative 𝑥3      = Δx/ 𝑥3                                 hasilnya = 0,0135 mm
Kesalahan persen  𝑥3       = (Δx/ 𝑥3) x 100%                 hasilnya  = 135%
Kesalahan ketelitian 𝑥= (1 - Δx/ 𝑥3) x 100%            Hasilnya = 98,65%
                        Hasil pengukuran xx + Δx = 62 mm + 1,10mm = 63,1 mm.

2.    Pengukuran menggunakan mistar besi (nst = 1 mm)
    Pengukuran diameter luar pipa:

Ulangan 1
Kesalahan mutlak (Δx) =  =  =  =  =
                                                                                                           = 0,012 mm
Kesalahn relatif 𝑥1       = Δx/ 𝑥1 =  = 0,002 mm
Kesalahan persen 𝑥1       = (Δx/𝑥2) x 100% = 0,002 x 100% = 0,2%
Kesalahn ketelitian       = (1 - Δx/𝑥2) x 100% = (1 – 0,002) x 100%
                                                                                         = 0,998 x 100% = 99,8%
Ulangan 2
Kesalahan mutlak (Δx) =                                         hasilnya = 0,012 mm
Kesalahn relatif      𝑥2   = Δx/ 𝑥2                                                            hasilnya = 0,002 mm
Kesalahan persen     𝑥2   = (Δx/𝑥2) x 100%                               hasilnya = 0,2 %
Kesalahn ketelitian  𝑥2 = (1 - Δx/𝑥2) x 100%                          hasilnya =99,8 %

Ulangan 3
Kesalahan mutlak (Δx) =                                         hasilnya = 0,09 mm
Kesalahn relatif      𝑥3   = Δx/ 𝑥3                                                            hasilnya = 0,0160 mm
Kesalahan persen     𝑥3   = (Δx/𝑥3) x 100%                               hasilnya = 1,60%
Kesalahn ketelitian  𝑥3 = (1 - Δx/𝑥3) x 100%                          hasilnya = 98,4%
                        Hasil pengukuran xx + Δx = mm + 0,012 mm = 5,512 mm

Pengukuran diameter dalam pipa:
Ulangan 1
Kesalahan mutlak (Δx) =  =  =  =  =
                                                                                                           = 0,024 mm
Kesalahn relatif 𝑥1       = Δx/ 𝑥1 =  = 0,00521 mm
Kesalahan persen 𝑥1      = (Δx/𝑥1) x 100% = 0,00521 x 100% = 0,520%
Kesalahn ketelitian 𝑥1  = (1 - Δx/𝑥1) x 100% = (1 – 0,9947) x 100% = 99,47%  

Ulangan 2

Kesalahan mutlak (Δx) =                                        hasilnya = 0,057 mm
Kesalahn relatif 𝑥2       = Δx/ 𝑥2                                                              hasilnya = 0,0116 mm
Kesalahan persen 𝑥2      = (Δx/𝑥2) x 100%                               hasilnya = 1,16%
Kesalahn ketelitian 𝑥2  = (1 - Δx/𝑥2) x 100%                          hasilnya = 98,84%

Ulangan 3

Kesalahan mutlak (Δx) =                                        hasilnya = 0,024 mm
Kesalahn relatif 𝑥3       = Δx/ 𝑥3                                                              hasilnya = 0,00521 mm
Kesalahan persen 𝑥3      = (Δx/𝑥3) x 100%                               hasilnya = 0,52%
Kesalahn ketelitian 𝑥3  = (1 - Δx/𝑥3) x 100%                          hasilnya = 99,47%
                        Hasil pengukuran xx + Δx = 4,7 mm + 0,024mm = 4,724 mm.

3.    Pengukuran menggunakan gelas ukur (nst = 5 ml)

1.    Pengukuran volume kaleng menggunakan gelas ukur
Ulangan 1 = 198 ml
Ulangan 2 = 196 ml
Ulangan 3 = 205 ml
2.    Pengukuran volume kaleng menggunakan jangka sorong
Dik : Diameter alas (D) = 5,24 cm
          Jari-jari alas (r)     = ½ (diameter alas) = ½ (5,24) = 2,62 cm
          Tinggi silinder (t) = 9,61 cm.
Dit : Volume……………?
Jawab

Volume silinder =
Volume = 3,14 x (2,62)2 x 9.61
Volume = 3,14 x 6,86 x 9,61
Volume = 207,13 ml.

 C. pembahasan
          setiap pengukuran dapat memiliki kesalahan yang berbeda-beda, tergantung kepada keadaan alat ukur, perbedaan tingkat ketelitian alat ukur, metode yang digunakan dalam mengukur, dan kemampuan orang yang mengukurnya. Pada saat melakukan pengukuran menggunakan jangka sorong, baik pengukuran diameter luar maupun diameter dalam, terdapat kesalahan-kesalahan tertentu yang dilakukan oleh praktikum. Misalnya, kesalahan dalam melihat angka yang berimpit pada skala nonius. Pada pengukuran diameter dalam pipa tepatnya saat ulangan kedua, terdapat beberapa angka pada sekala nonius, pada angka 4, 8, 6, dan 9. Ini menunjukkan bahwa kemampuan baca sekala yang dimiliki oleh praktikan masih kurang. Ini mungkin disebabkan kesalahan paralaks oleh praktikan sehingga tidak dapat melihat skala yang benar-benar berimpit. Kesalahan lainnya juga masih ada, seperti kesalahan praktikan yang tidak mengkonversikan satuan skala nonius dari millimeter ke centimeter.
          Kesalahan dalam menggunakan mistar besi adalah keterbatasan keterampilan pengamatan oleh praktikan serta ditak menggunkan titik ukur dari nol. Praktikan yang menghitung diameter dalam pipa dari angka nol mendapati hasil yang sama, yaitu pada ulangan 1 dan ulangan 3. Dengan skala yang menunjukan pada angka 28. Sedangkan praktikan yang lain tidak menghitung dari angka nol dan mendaptkan hasil pengukuran 28 cm. ini menunjukkan bahwa dalam pengukuran ini terdapat kesalahan paralaks dan kesalahan penempatan angka nol. Terdapat beberapa millimeter perbedaan hasil pengukuran menggunakan mistar dan jangka sorong, disebabkan tingkat ketelitian atau ketidak pastiannya berbeda-beda. Jangka sorong memiliki tingkat ketelitian 0,005 cm, sedangkan mistar memilikitingkat ketelitian 0,05 cm. jadi, jangka sorong memiliki tingkat ketepatan lebih tinggi dibandingkan mistar.
          Dalam kehidupan sehari-hari, massa sering diartikan sebagai berat, tetapi dalam tinjauan fisika kedua besaran tersebut berbeda. Massa tidak di pengaruhi gravitasi, sedangkan berat dipengaruhi oleh gravitasi. Fungsi dari neraca elektrik maupun bukan elektrik secara umum adalah sebagai alat pengukur massa. Kegunaan neraca ini tergantung dari neraca tersebut missal neraca /timbangan elektrik yang ada di pasar swalayan dengan yang dilaboratorium tentu sensitivitas dan skala neracanya jauh berbeda. Secara umum proses menimbang dengan neraca elektronik/digital adalah pastikan bahwa timbangan sudah menyala, pastikan timbangan menunjukkan angka “nol” (jika tidak perlu dikoreksi), letakkan benda yang massanya akan diukur pada piringan tempat benda, baca skala yang tertera pada display digital sesuai skala satuan timbangan tersebut, untuk pengukuran sensitivitasnya tinggi perlu menunggu 30 menit, karena hanya dapat bekerja pada batas temperature yang di tetpkan, dan Nst dari neraca adalah 0,01 gram.
          Alat ukur waktu yang sering digunakan dalam percobaan fisika adalah stopwatch. Dengan stopwatch digital, praktikum langsung dapat membaca selang waktu yang diukur pada layar stopwatch. Pda saat membandingkan hasil pengukuran dari stopwatch dengan jam tangan, terdapat beberapa sekon perbedaan keduaanya. Tingkat ketidakpastiaan stopwatch lebih rendah dibandingkan jam tangan, dimana stopwatch memiliki skala ketidakpastiaan 0,05 sekon. Jadi, pengukuran dengan menggunkn stopwatch dapat memperkecil tingkat kesalahan dalam pengukuran waktu.
          Gelas ukur berfungsi untuk mengukur volume larutan. Gelas ukur digunanakan untuk volume dari 10 hingga 2000 ml.

                   V.   PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Mengukur dapat dikatakan sebagai usaha untuk mendefinisikan karakteristik suatu permasalahan secara kuantitatif.
2.      Pengukuran harus dilakukan dengan kecermatan yang tinggi dan dilakukan dengan alat yang sesuai agar hasil pengukuran meminimalisirkan kesalahan.
3.      Hasil Pengukuran harus dituangkan dalam bentuk tabel dengan baik agar tidak perlu dilakukan pengukuran ulang yang mengaibatkan lamanya proses perhitungan data kembali.
4.      Percobaan pada (Jangka sorong) diameter dalam pipa, Kesalahan mutlaknya X1 1,10mm. Namun pada kesalahan relatif X1 adalah 0,017mm, kesalahan persen X1 adalah 1,7%, dan kesalahan ketelitiannya X1 adalah 98,3%.
5.      Percobaan pada (Mistar besi) diameter dalam pipa,kesalahan mutlak X1 0,024mm, kesalahan relatifnya X1 adalah 0,00521mm, kesalahan persennya X1 adalah 0,520% dan kesalahan ketelitiannya 99,47%.

B.     Saran
1.      Asisten sudikiranya lebih detail lagi menjelaskan tentang alat-alat yang digunakan untuk kegiatan praktikum.
2.      Semoga kedepannya praktikum lebih memperhatikan asisten yang lagi menerangkan.
3.      Semoga kedepannya praktikum dilakukan dilaboratorium sendiri yaitu dilaboratorium fisika.



                         DAFTAR PUSTAKA


Nurachmandani, Setya, Fisika 1 Untuk SMA/MA Kelas X, Jakarta 2009, Pusat Perbukuan Departemen             Pendidikan Nasional.
Buku Penuntun Praktikum Fisika Dasar, Laboratorium Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan.


                                                                                                            


1 komentar: