MAKALAH MANUSIA DAN AGAMA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sesungguhnya manusia
diciptakan oleh Allah SWT adalah paling sempurna dibandingkan dengan makhluk
yang lainya, termasuk diantaranya Malaikat, Jin, Iblis, Binatang, dan lainnya.
Tetapi kita sendiri sebagai manusia tidak tahu atau tidak kenal akan diri kita
sendiri sebagai manusia. Untuk itu marilah kita pelajari diri kita ini sebagai
manusia, Siapa diri kita ini? Dari mana asalnya? Mau kemana nantinya? Dan yang
paling penting adalah bagaimana kita menempuh kehidupan didunia ini supaya
selamat didunia dan achkirat nanti?
Sebenarnya manusia itu terdiri atas 3
unsur yaitu:
1.
Jasmani
Terdiri dari Air, Kapur, Angin, Api dan Tanah.
Terdiri dari Air, Kapur, Angin, Api dan Tanah.
2.
Ruh
Terbuat dari cahaya (NUR). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani saja.
Terbuat dari cahaya (NUR). Fungsinya hanya untuk menghidupkan jasmani saja.
3.
Jiwa. (An Nafsun/rasa dan perasaan).
Terdiri
atas 3 unsur:
a.
Syahwat/Lawwamah (darah hitam),
dipengaruhi sifat Jin, sifatnya adalah: Rakus, pemalas, Serakah, dll
(kebendaan/materialis)-menjadi beban masyarakat.
b.
Ghodob/Ammarah ( Darah merah ),
dipengaruhi oleh sifat Iblis, Sifatnya adalah: Sombong, Merusak, Angkara murka dll
(Menentang)-Menjadi pengacau masyarakat.
c.
Natiqoh/Muthmainah (darah Putih),
Dipengarui sifat malaikat, Sifatnya adalah: Bijaksana, Tenang, Berbudi luhur,
Berachlak Tinggi dan Mulia- Menciptakan kedamaian dan kasih sayang.
Alat dari pada Jiwa yaitu otak, yang
terdiri atas 3 bagian juga:
1.
Akal (timbangan) haq atau bathil
2.
Pikir (hitungan) Untung rugi
3.
Zikir (ingatan) Ingat Allah
Jadi kalau diibaratkan
mobil maka jasmani ini adalah Body dari pada
mobil sedangkan Ruh sebagai Accu yang sifatnya hanyalah sebagai yang
menghidupkan saja dan Jiwa adalah sopir atau yang mengendalikan dari pada
mobilnya dimana dialah yang bertanggung jawab atas keselamatan dari pada mobil
itu sendiri. Jadi Disini jelaslah bahwa yang dikatakan manusia itu adalah
Jiwanya dimana dialah yang bertanggung jawab atas perbuatanya.
B. Permasalahan
Dalam makalah ini permasalahan yang kami
tinjau adalah :
1. Bagaimanakah cara pandang Islam
mengenai manusia ?
2. Hal-hal apa sajakah yang ada dalam
manusia itu sendiri ditinjau dalam sisi agama Islam?
3. Apakah kedudukan manusia dalam Islam
dan Fungsi Pencipta?
BAB II
ISI
A.
Manusia Menurut Pandangan Islam
Sesunguhnya manusia itu
diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang sempurna dan bagus, dan manusia
diciptakan sebagai kholifah Allah di Bumi, dan telah dijadikan Bumi seisinya
untuk tunduk kepada manusia.
Allah Befirman : (لقد
خلقنا الإنسان فى اًحسن تقويم ) "Sungguh Kami telah ciptakan
manusia dalam bentuk yang sempurna" (At Tiin :5).
Manusia diciptakan
Allah dari tanah (thin), Allah berfirman,
(اذ قال ربك للملائكة إنى خالق بشرا من طين
)
"( Shod : 71)
Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa
benar adanya jika manusia itu sebenarnya dari tanah. Tanpa adanya tanah tidak
mungkin manusia bisa tumbuh. semua makanan yang ada, pada awalnya adalah dari
tanah.
Manusia adalah hewan yukang bertanya maksudnya adalah manusia itu
berbeda dengan hewan, manusia itu concerned ( menaruh minat yang sangat )
mengenai asal mulanya dan akhirnya, mengenai maksud dan tujuannya, mengenai
makna dan hakikat kenyataan. Hanya dengan manusia sajalah yang membedakan
antara keindahan dan kejelekan, dan antara lebih baik dan lebih buruk. Mungkin
saja dia adalah salah satu anggota margasatwa, namun dia adalah juga warga
duniaidea dan nilai. Pendapat ini dikemukakan oleh Prof. Dr R.F. Beerling. Beliau adalah guru besar
filsafat.
Manusia adalah hewan yang berfikir. Dalam Ilmu Manthiq ( = logika ) kita
temukan sebuah rumusan tentang manusia yang juga sekaligus membedakannya dari
hewan, yaitu : Al-Insanu Hayawanun Nathiqun, yang artinya: insan itu adalah
hewan ( bukan khewan ataupun chewan! ) yang nathiq, yang berkata-kata dan
mengeluarkan pendapat dengan berdasarkan pikirannya; tegasnya: manusia itu adalah hewan yang
berfikir.
Kesimpulannya maka manusia adalah hewan yang berfikir. Berfikir adalah
bertanya. Bertanya adalah mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari
kebenaran. Mencari jawaban tentang Tuhan, alam dan manusia, artinya mencari
kebenaran tentang Tuhan, alam dan manusia. Jadi pada akhirnya: Manusia adalah
makhluk pencari kebenaran.
B. Hakikat Manusia dan Asal-usul
Penciptanya
Hakikat Manusia.
Ketika berbicara
tentang manusia, Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan
kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas,
dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam
dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish
Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu
dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang
berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk
tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut
lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dengan demikian, kata
basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan,
minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain
yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa
proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap
kedewasaan.[6]
Allah swt. berfirman:
َ وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ
ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah,
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. (Q.S. ar-Rum
[30]: 20)
Sementara itu, kata
insan terambil dari kata ins yang berarti jinak, harmonis, dan tampak. Musa
Asy’arie menambahkan bahwa kata insan berasal dari tiga kata: anasa yang
berarti melihat, meminta izin, dan mengetahui; nasiya yang berarti lupa; dan
al-uns yang berarti jinak. Menurut M. Quraish Shihab, makna jinak, harmonis,
dan tampak lebih tepat daripada pendapat yang mengatakan bahwa kata insan
terambil dari kata nasiya (lupa) dan kata naasa-yanuusu (berguncang). Dalam
Al-Qur’an, kata insaan disebut sebanyak 65 kali. Kata insaan digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan
raga. Bahkan, lebih jauh Bintusy Syathi’ menegaskan bahwa makna kata insaan
inilah yang membawa manusia sampai pada derajat yang membuatnya pantas menjadi
khalifah di muka bumi, menerima beban takliif dan amanat kekuasaan.
Dua kata ini, yakni
basyar dan insaan, sudah cukup menggambarkan hakikat manusia dalam Al-Qur’an.
Dari dua kata ini, kami menyimpulkan bahwa definisi manusia adalah makhluk
Allah yang paling sempurna, yang diciptakan secara bertahap, yang terdiri atas
dimensi jiwa dan raga, jasmani dan rohani, sehingga memungkinkannya untuk
menjadi wakil Allah di muka bumi (khaliifah Allah fii al-ardl).
Asal-usul Penciptanya
Al-Qur’an telah
memberikan informasi kepada kita mengenai proses penciptaan manusia melalui
beberapa fase: dari tanah menjadi lumpur, menjadi tanah liat yang dibentuk,
menjadi tanah kering, kemudian Allah swt. meniupkan ruh kepadanya, lalu
terciptalah Adam a.s.[14] Hal ini diisyaratkan Allah dalam Surah Shaad [38]
ayat 71-72.
.فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي
فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
إِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ
بَشَرًا مِنْ طِينٍ
(Ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah. Maka, apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan
kepadanya ruh (ciptaan)-Ku, maka hendaklah kamu menyungkur dengan bersujud
kepadanya.” (Q.S. Shaad [38]: 71-72.)
Perhatikan juga firman Allah dalam Surah
al-H{ijr [15] ayat 28-29.
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ
فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ
مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ
Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku
akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud.” (Q.S. al-Hijr [15]: 28-29)
Dalam Al-Qur’an, kata
ruh (ar-ruh) mempunyai beberapa arti. Pengertian ruh yang disebutkan dalam
ayat-ayat yang menjelaskan penciptaan Adam a.s. adalah ruh dari Allah swt. yang
menjadikan manusia memiliki kecenderungan pada sifat-sifat luhur dan mengikuti
kebenaran. Hal ini yang kemudian menjadikan manusia lebih unggul dibanding
seluruh makhluk yang lain. Karakteristik ruh yang berasal dari Allah ini
menjadikan manusia cenderung untuk mengenal Allah swt. dan beribadah
kepada-Nya, memperoleh ilmu pengetahuan dan menggunakannya untuk kemakmuran
bumi, serta berpegang pada nilai-nilai luhur dalam perilakunya, baik secara
individual maupun sosial, yang dapat mengangkat derajatnya ke taraf kesempurnaan
insaniah yang tinggi. Oleh sebab itu, manusia layak menjadi khalifah Allah swt.
Ruh dan materi yang terdapat pada
manusia itu tercipta dalam satu kesatuan yang saling melengkapi dan harmonis.
Dari perpaduan keduanya ini terbentuklah diri manusia dan kepribadiannya.
Dengan memperhatikan esensi manusia dengan sempurna dari perpaduan dua unsur
tersebut, ruh dan materi, kita akan dapat memahami kepribadian manusia secara
akurat.
Kemudian, dalam ayat lain juga
disebutkan mengenai permulaan penciptaan manusia yang berasal dari tanah.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ
مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ
عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ
وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ
طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ
يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى
الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ
مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ .
Hai
manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka
(ketahuilah) sesungguhnya kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar kami jelaskan kepada kamu
dan kami tetapkan dalam rahim, apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan
berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang
diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai
pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan, kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami
turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan
berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Q.S. al-Hajj [22]:
5)
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ
. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا
الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا
آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ .
Kemudian
kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah
itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan
tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian
kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka, Mahasuci-lah Allah,
Pencipta yang paling baik. (Q.S. al-Mu’minuun [23]: 13-14)
Itulah di antara sekian
banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang asal-usul penciptaan manusia.
Penciptaan manusia yang bermula dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia
dicetak dengan memakai bahan tanah seperti orang membuat patung dari tanah.
Akan tetapi, penciptaan manusia dari tanah tersebut bermakna simbolik, yaitu saripati
yang merupakan faktor utama dalam pembentukan jasad manusia. Penegasan
Al-Qur’an yang menyatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah ini merujuk pada
pengertian jasadnya. Oleh karena itu, Al-Qur’an menyatakan bahwa kelak ketika
ajal kematian manusia telah sampai, maka jasad itu akan kembali pula ke
asalnya, yaitu tanah.
Secara komprehensif,
Umar Shihab memaparkan bahwa proses penciptaan manusia terbagi ke dalam
beberapa fase kehidupan sebagai berikut. Pertama, fase awal kehidupan manusia
yang berupa tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh dua hal: (1)
manusia adalah keturunan Nabi Adam a.s. yang diciptakan dari tanah; (2) sperma
atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati makanan yang
berasal dari tanah. Kedua, saripati makanan yang berasal dari tanah tersebut
menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh Al-Qur’an dengan istilah nutfah.
Ketiga, kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim sehingga
berubah menjadi embrio (‘alaqah). Keempat, proses selanjutnya, embrio tersebut
berubah menjadi segumpal daging (mudlghah). Kelima, proses ini merupakan
kelanjutan dari mudlghah. Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan
menguat sampai berubah menjadi tulang belulang (‘idzaam). Keenam, proses
penciptaan manusia selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah). Ketujuh, proses
peniupan ruh. Pada fase ini, embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai
bergerak. Kedelapan, setelah sempurna kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi
tersebut ke atas dunia.
C. Fitrah Manusia
Fitrah merupakan kata
yang diderivasi dari kalimat Bahasa Arab fatara, artinya ciptaan, suci dan
seimbang. Arti fitrah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai kondisi awal
suatu penciptaan atau kondisi awal manusia yang memiliki potensi mengetahui dan
cenderung kepada kebenaran.
Fitrah dalam arti
penciptaan tidak hanya dikaitkan dengan arti persiapan fisik, melainkan juga
dalam arti persiapan rohaniah, yaitu sifat-sifat dasar manusia yang baik.
Karena itu, fitrah disebutkan dalam konotasinilai yang dapat membawa manusia
pada pencpaian derajat kemuliaan yang tinggi, yaitu derajat keinsaniyahan dan
bukan ke bayariyahan yang bersifat fisik.
Dalam
fitrahnya manusia itu memiliki
1.
Hanief
Artinya jalan yang lurus / kebenaran
Artinya jalan yang lurus / kebenaran
2.
Akal
Dalam Al-Qur’an diartikan dengan kebijaksanaan intelegensia dan pengertian. Dengan demikian di dalam Al-Qur’an akal diletakan bukan hanya pada ranah rasio, tetapi juga rasa , bahkan lebih jauh dari itu, akal juga diartikan sebagai hikmahatau kebijaksanaan.
Dalam Al-Qur’an diartikan dengan kebijaksanaan intelegensia dan pengertian. Dengan demikian di dalam Al-Qur’an akal diletakan bukan hanya pada ranah rasio, tetapi juga rasa , bahkan lebih jauh dari itu, akal juga diartikan sebagai hikmahatau kebijaksanaan.
3.
Qolb
Al-Qolb
berasal dari qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik. Musa Asy’
ari menyebutkan arti Al-Qalb dalam dua pengertian, yang pertama pengertian
kasar atau fisik, yaitu segumpal daging berbentuk bulat panjang ( Jantung ) dan
yang arti yang kedua adalah pengertian yang halus, bersifat ketuhanan dan
keruhanian, yaitu hakikat manusia yang dapat menangkap segala pengertian
berpengetahuan dan arif.
4.
Nafsu
Nafsu adalah kekuatan
yang mampu mendorong manusia mencapai keinginannya.
Dorongan dorongan ini
sering disebut dengan dorongan primitif, karena sifatnya yang
bebastanpa mengenal
baik dan buruk dan sering disebut juga dorongan kehendak bebas.
D.
Kedudukan Manusia dan Fungsi Penciptaan
Fungsi dan kedudukan
manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia
di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di
dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat.
Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh
Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk
mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus
dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan
ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan
dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan
mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada
Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Khalifah adalah
seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas yang telah
ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki
tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah
selama manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Di samping peran dan
fungsi manusia sebagai khalifah Allah, ia juga sebagai hamba Allah. Seorang
hamba berarti orang yang taat dan patuh kepada perintah tuhannya, Allah SWT.
Esensi dari ‘Abd adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah yang
dicerminkan dalam ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan
keadilan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat
kita simpulkan bahwa :
1.
Manusia dalam perspektif Islam adalah
makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk ciptaan Allah yang lainnya.
2.
Di dalam Al-Qur’an terdapat dua kata
yakni basyar dan insaan. Dari dua kata ini, kami menyimpulkan bahwa definisi
manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna, yang diciptakan secara
bertahap, yang terdiri atas dimensi jiwa dan raga, jasmani dan rohani, sehingga
memungkinkannya untuk menjadi wakil Allah di muka bumi.
3.
Fitrah manusia terdiri dari hanief,
akal, qolb dan nafsu.
4.
Kedudukan manusia dimuka bumi adalah
sebagai Kholifah yang selalu taat, tunduk dan patuh kepada Allah SWT.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan kepada para
mahasiswa dan mahasiswi universits syiah kuala tentang makalah ini adalah
semoga dengan para pendengar sekalian membaca makalah ini dapat menambah
sedikit ilmu pengetahuan, tidak hanya mengerti tetapi diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari, serta saran yang diberikan kepada para pendengar mengenai isi
makalah ini diharapkan kita sebagai manusia selalu ingat kedudukan kita di
dunia yaitu sebagai kholifah yang patuh, tunduk dan taat kepada Allah SWT.
DAFTAR
PUSTAKA
Drajat Z., Sadali A., and Feisal A.Y. Dasar-dasar agama islam buku teks
pendidikan agama islam perguruan tinggi umum. Bulan Bintang, 1994.
sip..
BalasHapusboleh liat dong,,,!!!
buat sedikit referensi ya?!?!?! hehe :-)
blognya keren dan materinya terperinci
BalasHapus